Akhir dari Spartacus: Blood and Sand
semestinya sudah ditayangkan sejak awal 2011 lalu. Akan tetapi sakitnya
sang aktor pemeran Spartacus: Andy Whitfield membuat rencana ini
terbengkelalai. Whitfield akhirnya meninggal dunia setelah memberikan
ijinnya untuk melanjutkan serial ini. Sebuah prekuel mini-seri; Spartacus: Gods of the Arena
digarap untuk mengisi lapar dari para fans. Proses casting dari
pengganti Whitfield pun terus dilakukan sampai akhirnya aktor Liam
McIntyre lah yang didapat dan syuting pun dimulai. Bisakah season kedua
Spartacus mempertahankan kualitas tinggi season pertamanya?
Setelah meloloskan diri dari Ludus milik Batiatus, Spartacus dan teman-teman gladiatornya masih bertahan di dalam kota Capua (tepatnya di gorong-gorongnya). Gerombolan Spartacus ini dianggap sebagai penjahat oleh petinggi-petinggi di Roma yang kemudian menyuruh Claudius Glaber (bersama istrinya Illythia) kembali ke Capua untuk menghabisi masalah ini. Konflik antara Glaber dan Spartacus tentunya amat menarik sebab sang Jendral (kini menjabat sebagai Praetor) inilah yang dulu membuat Spartacus menjadi budak dan merenggut sang istri dari sisinya.
Di sisi lain gerombolan Spartacus bukanlah orang-orang beradat yang
mudah diatur. Betul mereka datang dari satu Ludus dan merupakan Brother
satu sama lain. Akan tetapi konflik antara dua ras yang berbeda dan
keinginan yang tak sama sangat rentan membuat grup ini terpecah belah.
Sanggupkah Spartacus menjadi suara yang mempersatukan mereka? Atau
jangan-jangan tanpa campur tangan Roma pun kelompok pemberontak ini
tercerai berai dengan sendirinya?
Hal paling pertama yang perlu saya nyatakan di sini adalah jangan membandingkan Andy Whitfield dengan Liam McIntyre. Whitfield adalah aktor hebat – dan mungkin bagi sebagian besar orang ia akan selalu menjadi SANG Spartacus sejati. Akan tetapi Liam telah mengambil tongkat estafet itu dengan baik. Suaranya yang kalem dan sifatnya yang lebih lembut menggambarkan Spartacus yang lebih dewasa dan tidak lagi seorang gladiator – melainkan seorang pemimpin. Perubahan ini perlahan tapi pasti mengubah sosok Spartacus di mata penonton dari Andy menjadi milik Liam. Rest in peace Andy Whitfield, Spartacus-mu telah menemukan seorang penerus.
Di luar perubahan casting Spartacus, rata-rata aktor yang berperan
dalam season pertamanya kembali lagi di sini. Ya, kalian masih akan
melihat Ashur, Doctore (Oenomaus), Crixus, Illythia, sampai Lucretia
(masih diperankan Lucy Lawless!) yang ternyata belum menyusul sang suami
ke akhirat. Tambahkan itu dengan para karakter baru dari Gods of the
Arena: Gannicus maka Spartacus: Vengeance menjadi sebuah tontonan yang tak kalah mengasyikkan dari season pertamanya walau mengalami banyak perubahan setting.
Semenjak Spartacus dan kawan-kawannya telah bebas, itu berarti mayoritas setting tak perlu terus berpusat di Ludus (yang kini menjadi camp setting dari Glaber) tetapi berpindah-pindah. Setting fightnya pun tak melulu ada di arena Gladiator tetapi bervariasi mulai dari pertempuran di penambangan yang sempit dan klaustrophobik, hutan yang lebat, sampai di pegunungan yang curam. Ini sangat membantu membuat pertempuran yang ada tak terasa seperti pengulangan dari season-season sebelumnya. And let’s be honest here, can they actually topped the Gods of the Arena finale battle royale? I don’t think so.
Kendati demikian ada satu dua kendala yang membuatku merasa bahwa
Spartacus: Vengeance pada akhirnya masih kalah dibandingkan season
pertamanya. Pertama adalah pada sosok villainnya. Craig Parker melakukan
tugasnya dengan sangat baik sebagai sang penjahat Claudius Glaber. Dan
Glaber memang musuh yang bagus dan sepadan bagi Spartacus. Bagaimanapun
juga Batiatus dari prekuel adalah musuh yang… luar biasa. Saya tak
berlebihan kalau mengatakan Batiatus adalah salah satu villain terbaik
yang pernah saya tonton di layar kaca dan kehilangannya sulit
digantikan. Mengingat Crassus dan Julius Caesar (Crassus adalah sosok
yang dalam sejarah berjasa memadamkan pemberontakan Spartacus dan Julius
Caesar… we all know him right?) akan muncul di season berikutnya dari
Spartacus, Glaber seakan hanya muncul sebagai batu lompatan bagi
Spartacus untuk melepaskan diri dari dendam pribadi masa lalunya untuk
menjadi sang pemimpin sejati pemberontakan yang merontokkan diktator
Roma.
Kelemahan kedua adalah karakter-karakter baru dalam season ini tidak banyak yang bisa mengesankanku. Tiga sosok yang memegang peranan cukup besar adalah Varinius dan si kembar Seppius dan Seppia. Sementara ketiganya culas dan juga suka berintrik, mereka bukanlah lawan dari veteran-veteran show ini. Bahkan ketika ketiganya dimatikan sebelum finale pun saya tak merasa kehilangan dengan mereka. Oke, sedikit mungkin dengan Seppia, tapi itu karena Hanna Mangan-Lawrence sangat manis di mata ketimbang sosok Seppia yang ia perankan.
So my verdict is… Spartacus: Vengeance mengalami banyak masalah selama peralihan dari season pertama menuju keduanya. Akan tetapi hasilnya tetap sebuah season kedua yang solid; penuh dengan seks, kekerasan, dan intrik politik yang berbisa. Setelah finale season kedua yang fantastis (dan praktis membersihkan banyak pemain) saya tak sabar menantikan season ketiganya. Semoga bisa lebih dahsyat lagi!
sumber : tukangriview.com
Setelah meloloskan diri dari Ludus milik Batiatus, Spartacus dan teman-teman gladiatornya masih bertahan di dalam kota Capua (tepatnya di gorong-gorongnya). Gerombolan Spartacus ini dianggap sebagai penjahat oleh petinggi-petinggi di Roma yang kemudian menyuruh Claudius Glaber (bersama istrinya Illythia) kembali ke Capua untuk menghabisi masalah ini. Konflik antara Glaber dan Spartacus tentunya amat menarik sebab sang Jendral (kini menjabat sebagai Praetor) inilah yang dulu membuat Spartacus menjadi budak dan merenggut sang istri dari sisinya.
This is our vengeance!
Hal paling pertama yang perlu saya nyatakan di sini adalah jangan membandingkan Andy Whitfield dengan Liam McIntyre. Whitfield adalah aktor hebat – dan mungkin bagi sebagian besar orang ia akan selalu menjadi SANG Spartacus sejati. Akan tetapi Liam telah mengambil tongkat estafet itu dengan baik. Suaranya yang kalem dan sifatnya yang lebih lembut menggambarkan Spartacus yang lebih dewasa dan tidak lagi seorang gladiator – melainkan seorang pemimpin. Perubahan ini perlahan tapi pasti mengubah sosok Spartacus di mata penonton dari Andy menjadi milik Liam. Rest in peace Andy Whitfield, Spartacus-mu telah menemukan seorang penerus.
Pretty new face…
Semenjak Spartacus dan kawan-kawannya telah bebas, itu berarti mayoritas setting tak perlu terus berpusat di Ludus (yang kini menjadi camp setting dari Glaber) tetapi berpindah-pindah. Setting fightnya pun tak melulu ada di arena Gladiator tetapi bervariasi mulai dari pertempuran di penambangan yang sempit dan klaustrophobik, hutan yang lebat, sampai di pegunungan yang curam. Ini sangat membantu membuat pertempuran yang ada tak terasa seperti pengulangan dari season-season sebelumnya. And let’s be honest here, can they actually topped the Gods of the Arena finale battle royale? I don’t think so.
Spartacus: Vengeance Poster
Kelemahan kedua adalah karakter-karakter baru dalam season ini tidak banyak yang bisa mengesankanku. Tiga sosok yang memegang peranan cukup besar adalah Varinius dan si kembar Seppius dan Seppia. Sementara ketiganya culas dan juga suka berintrik, mereka bukanlah lawan dari veteran-veteran show ini. Bahkan ketika ketiganya dimatikan sebelum finale pun saya tak merasa kehilangan dengan mereka. Oke, sedikit mungkin dengan Seppia, tapi itu karena Hanna Mangan-Lawrence sangat manis di mata ketimbang sosok Seppia yang ia perankan.
So my verdict is… Spartacus: Vengeance mengalami banyak masalah selama peralihan dari season pertama menuju keduanya. Akan tetapi hasilnya tetap sebuah season kedua yang solid; penuh dengan seks, kekerasan, dan intrik politik yang berbisa. Setelah finale season kedua yang fantastis (dan praktis membersihkan banyak pemain) saya tak sabar menantikan season ketiganya. Semoga bisa lebih dahsyat lagi!
sumber : tukangriview.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar