expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Cerita Hantu hamil
Aku sudah satu tahun ditugaskan pemerintah, menjadi bidan desa di
kecamatan Tegalgondo,
tepatnya di Desa Tahunan, sejak tahun 2000. Aku
berasal dari Kota Nganjuk, provinsi yang sama juga. Perkenalanku dengan
Mas Hardi, akhirnya membuatku hidup menetap di daerah terpencil tersebut
dalam ikatan perkawinan. Aku dan Mas Hardi sama-sama perantauan. Ia
bertugas mengajar di SD Tahunan, dan aku menjadi bidan desa di sana.
Bedanya dia berasal dari kota Kediri, dan saya dari kabupaten Nganjuk.
Perkawinanku telah membuahkan dua orang putra, yang kini telah lulus
dari SMA, dan yang kecil baru kelas dua SMP di Tahunan juga. Pertama
kali aku membangun rumah, ada pengalaman unik yang pernah aku alami, hi
ngga kini menjadi catatan manis dalam keluargaku.
Suatu malam,
sekitar jam satu malam, tempat praktikku, kedatangan seorang ibu yang
berjalan tertatih-tatih dalam keadaan hamil mengetok pintu rumahku. “Bu
Bidan, maaf ya saya mengganggu… tolonglah ibu… saya mau melahirkan … ”
pintanya, sambil memgang perut yang telah membesar.
Aku segera
membangunkan Mas Hardi agar mau membantuku, menyiapkan segala sesuatu
yang berkaitan proses persalinan. “Ibu kok sendirian…” tanyaku sambil
membenahi dipan persalinan. “Iya bu, suamiku masih di Tegalgondo…”
Aku tidak mau berpikir banyak. Ibu muda yang akan melahirkan itu segera
aku bimbing berbaring pada dipan persalinan di ruang praktikku.
“Oek…oeeek….oek!!!!” tangis bayi itu memecah kesunyian malam yang telah
beranjak dari jam satu menuju jam dua seperempat. Aku segera
membersihkan bayi dan ibunya sesuai dengan prosedur pelayanan kesehatan
yang sudah biasa aku lakukan. Sementara suamiku, tertidur lelap di kursi
tamu, setelah selama satu jam lebiah ia menunggu.
“Bu, maaf ya bu…
malam hari ini saya sudah ngrepotin ibu. Suami saya kebetulan pas pulang
ke Tegalgondo. Jadi malam hari ini saya belum bisa melunasi
administrasi keuangannya. Tapi anu kok Bu… suami saya tadi siang sudah
pesan, kalau malam ini saya melahirkan… ibu bisa mengambil uangnya di
Tegalgondo…”
“Sudahlah ibu… ibu nggak usah memikirkan itu dulu. Yang penting kesehatan ibu baik-baik saja….” kataku bijaksana.
“Terus, anu ya bu… saya ingin malam ini diantar pulang saja ya… “
“Oh iya, nggak apa-apa”
Akhirnya aku membangunkan suamiku, untuk mengantar Bu Mugi pulang ke
rumahnya, tidak jauh dari rumahku. Di sepanjang jalan mobilku terasa
enak sekali. Jalan yang aku lalui terasa datar, seperti di kota saja.
Perasaanku pada waktu itu, ruang mobil beraroma seperti kembang yang
biasa dibuat untuk tabur bunga di pusara. Suamiku diam saja. Dia juga
merasakan hal yang sama. Dan akhirnya tidak berapa lama mobil itu sudah
berada di depan rumah Pak Mugi.
“Mari Bu, aku bimbing masuk rumah. Mana kunci rumahnya?”
“Nggak terkunci kok Bu. Sudahlah, ibu nggak usah membantu. Aku bisa berjalan masuk sendiri kok”
Akhirnya Bu Mugi berjalan dan masuk rumah sendirian. Aku dan suamiku
hanya bengong melihat kejadian malam itu. Aku tidak bisa berbuat
apa-apa. “Sudah mas, ayo kita segera pulang saja. Besok pagi aku akan ke
Tegalgondo…”
Malam semakin larut. Kokok ayam pertanda hari sudah
pagi, mulai riuh terdengar bersautan. Aku segera membangunkan suami dan
anak-anak untuk sholat Shubuh berjamaah di suarau dekat rumahku. Sekitar
jam tujuh pagi aku segera mengambil sepedamotor, menemui Pak Mugi di
Tegalgondo.
“Assalamu’alaikum Bapak!”
“Wa’alaikum salam!. Mari Bu Bidan masuk!!” sambut Bu Sainem, orang tua Pak Mugi
“Selamat ya Bu… tadi malam istri Pak Muji melahirkan anak laki-laki…” kataku memberi kabar
Bu Sainem terlihat heran, dan bingung. “Maaf Bu Bidan, apa nggak salah…???”
“Benar , ibu. Tadi malam cucu ibu telah lahir, ini lho saksinya suami saya…”
“Betul bu… istri Pak Mugi telah melahirkan di rumah saya…” jelas suamiku jujur
“Tapi begini lho Bu, anakku Mugi itu hingga kini belum punya istri lho.
Dan rumahnya yang di Tahunan itu tidak pernah ditempati”
“Jad…jadi…jadi… siapa tadi malam itu????”
Aku jadi penasaran dibuatnya. Aku segera berpamitan pulang. Sesampai di
rumah, ternyata tempatku praktik masih dalam keadaan bersih. Seperti
tidak pernah ada orang yang baru melahirkan. Demikian juga rumah kosong
milik Pak Mugi, juga kosong melompong tiada satupun penghuninya. “Haaaa”
aku dan suamiku bulu kuduknya merinding……
====================================================================